Selasa, 28 April 2020

Tarian dari Sulawesi Selatan

Provinsi Sulawesi Selatan beribukota di Makasar atau dahulunya bernama Ujungpandang. Provinsi Sulawesi Selatan memiliki kekayaan budaya yang sangat beragam. Hal ini disebabkan banyaknya suku bangsa yang berada di Sulawesi Selatan sperti suku Bugis, Makasar, Mandar, Toraja, dan Duni, sedangkan bahasa yang umum digunakan adalah bahasa Makasar, Bugis, Luwu, Toraja, Mandar, Duni dan Konju. Kebudayaan yang paling terkenal bahkan hingga ke luar negeri adalah budaya dan adat Tanah Toraja yang sangat khas dan sangat menarik.

Lagu daerah propinsi Sulawesi Selatan yang sangat populer dan sering dinyanyikan di antaranya adalah lagu yang berasal dari Makasar yaitu lagu Ma Rencong-rencong, lagu Pakarena serta lagu Anging Mamiri. Sedangkan lagu yang berasal dari etnis Bugis adalah lagu Indo Logo, serta lagu Bulu Alaina Tempe. Sedangkan lagu yang berasal dari Tana Toraja adalah lagu Tondo.

Selain kekayaan budaya yang telah disebutkan di atas Provinsi Sulawesi Selatan juga memiliki kekayaan tari tradisional. Jenis-jenis tarian tradisional di Sulawesi Selatan antara lain sebagai berikut :

1. Tari Mabbissu atau Maggiri
Tari mabbissu dibawakan oleh 6 Orang bissu utama. Keenam bissu tersebut berdandan seperti laki-laki dengan pakaian berwarna keemasan dan menggunakan badik dipinggangnya. Setelah terdengar tabuhan gendang yang berirama khas, mereka melantunkan nada menggunakan bahasa To Rilangi (bahasa orang Bugis). Sambil menari memutar benda-benda yang dikeramatkan dan diyakini sebagai tempat para leluhur.

Ketika alunan gendang semakin keras, gerakan para Bissu berubah pelan dan mengalami kesurupan atau kehilangan kesadaran. Pada saat itu mereka memperagakan gerakan Maggiri. Mereka melepaskan keris dari pinggang kemudian menusukkannya ke telapak tangan dan perut mereka. Tujuannya adalah untuk menguji apakah roh leluhur atau dewa merasuk ke dalam diri mereka.

2. Tari Pakarena
Tari Kipas Pakarena berasal dari masyarakat Gowa yang. Dalam bahasa setempat, “pakarena” berasal dari kata “karena” yang memiliki arti “main”. Menurut mitos, tarian Pakarena berawal dari kisah perpisahan antara penghuni boting langi (negeri khayangan) dengan penghuni lino (Bumi) pada zaman dahulu. Konon sebelum berpisah, penghuni boting langi sempat mengajarkan bagaimana cara menjalani hidup, bercocok tanam, beternak, dan berburu kepada penghuni lino, melalui gerakan-gerakan badan dan kaki. Selanjutnya, gerakan-gerakan itu pula yang dipakai penghuni limo sebagai ritual untuk mengungkapkan rasa syukur kepada penghuni boting langi.

Tarian ini sebenarnya terbagi dalam 12 bagian. Setiap gerakan memiliki makna khusus. Posisi duduk, menjadi pertanda awal dan akhir Tarian Pakarena. Gerakan berputar mengikuti arah jarum jam, menunjukkan siklus kehidupan manusia. Sementara gerakan naik turun, tak ubahnya cermin irama kehidupan. Tabuhan Gandrang Pakarena yang disambut dengan bunyi tuip-tuip atau seruling akan mengiringi gerakan penari. Tidak hanya penari saja yang bergerak, penabuh gandrang juga ikut menggerakkan bagian tubuhnya, terutama kepala. Ada dua jenis pukulan yang dikenal dalam menabuh gandrang, yaitu menggunakan stik atau bambawa yang terbuat dari tanduk kerbau, dan menggunakan tangan.

3. Tari Pa' Gellu'
Salah satu jenis tarian yang dipertunjukkan untuk mengekspresikan rasa suka cita adalah Pa’Gellu’. Tarian ini biasanya dibawakan oleh para remaja. Mereka menari diiringi irama tabuhan gendang yang dimainkan empat remaja putra. Para penari yang disebut dengan ma’toding ini mengenakan busana serta aksesori berbahan emas dan perak, seperti keris emas (sarapang bulawan), kandaure, sa’pi’ Ulu’, tali tarrung, dan lain-lain.

Tarian Pa’Gellu sebenarnya melambangkan acara penyambutan terhadap para patriot atau pahlawan yang kembali dari medan perang dengan membawa kemenangan. Tapi sekarang, tarian ini sudah sering dipertunjukkan pada upacara kegembiraan lainnya, seperti pesta pernikahan, pesta syukuran di musim panen, atau saat menyambut tamu kehormatan.

4. Tari Bossa atau Paduppa
Tari Bossa berasal dari kata bosara, yang merupakan tempat untuk menyajikan makanan atau penganan sebagai tanda penghormatan kepada tamu jauh. Alat ini masih digunakan sampai sekarang oleh masyarakat Sulawesi Selatan dalam acara pernikahan atau mempertemukan pasangan pengantin. Tari Bossara adalah tarian yang menggambarkan bahwa orang bugis jika kedatangan tamu akan menghidangkan bosara, sebagai tanda syukur atau hormat.

Pada zaman dahulu tarian ini sering ditarikan untuk menjamu raja, menyambut tamu agung, pesta adat, dan pesta perkawinan. Gerakan tarian ini sangat luwes sehingga enak untuk dilihat.

5. Tari Pattenung
Tari pattenung merupakan tarian yang berasal dari daerah Wajo, Sulawesi Selatan. Tarian ini merupakan tarian yang tergolong rumit, karena gerakannya sangat rinci/detail. Gerakan dalam tariannya menyerupai gerakan para wanita yang sedang menenun. Para penari seolah-olah sedang menenun kain sutra dengan menggunakan alat tenun tradisional. Tarian adat ini menggambarkan perempuan-perempuan yang sedang menenun benang menjadi kain. Melambangkan kesabaran dan ketekunan perempuan-perempuan Bugis. Di akhir tari Pattenung, para penari akan membagikan kain sutra kepada beberapa penonton.

6. Tari Ganrang Bulo
Tarian Ganrang Bulo merupakan tarian yang dimainkan oleh sekelompok penari laki-laki. Nama tarian ini berasal dari “Ganrang Bulo” yang berarti
Provinsi Sulawesi Selatan beribukota di Makasar atau dahulunya bernama Ujungpandang Tarian dari Sulawesi Selatan
gendang bambu. Pada tarian ini, sebagian penari memukul-mukul gendang secara berirama, sedangkan pemain lainnya mendentingkan sejenis castagnet dari sendok porselen yang dipegang dengan satu tangan. Atraksi tarian Ganrang Bulo merupakan tarian yang bertempo cukup cepat, gerakannya kadang lucu, para pemainnya menirukan monyet, dan tentu saja menghibur.

Sambil membunyikan castagnet, penari yang biasanya adalah anak laki-laki, bernyanyi lagu Marencong-rencong. Tari Ganrang Bulo merupakan kesenian yang berasal dari daerah Gowa dan merupakan kesenian suku Makassar.

7. Tari Pangadakkang
Tari Pangadakkang merupakan tarian yang diperankan oleh lelaki dan perempuan. Para penari wanita menari dengan gemulai menggunakan kipas, semetara penari lelaki mengiringinya degan gerakan tarian cepat dan lambat secara bergantian. Tari pangadakkang merupakan tarian mengenai adat istiadat. Adak sendiri berarti adat, dan pangadakkang berarti adat istiadat. Tarian ini berasal dari Makassar.